Widget HTML #1

Asal Usul Terjadinya Danau Tigi

Anak-anak diatas Danau Tigi

Danau Tigi adalah salah satu dari danau-danau Wissel Meren yang berada di daratan tinggi Papua, khususnya daerah suku Mee/Paniai, danau tigi berada di kabupaten Deiyai dengan kedalaman kurang lebih 150 meter, setiap daerah tentu memiliki cerita rakyatnya masing-masing tentang suatu tempat di bawah ini adalah cerita rakyat, asal usul danau tigi.

Danau Tigi yang ada sekarang ini lalunya adalah daratan dengan berbagai macam pepohonan seperti pohon wau (jenis pohon buah), pohon yage (pohon, sejenis pandan yang tinggi dengan berduri) serta tumbuhan lainnya.

Saat itu di daerah kamuu terdapat danau besar, dalam danau itu di diami Madou (sebutan untuk penunggu air dalam bahasa Mee) dan di pinggirang danau itu hiduplah seorang pria yang bernama Tigi. Si Tigi ini memiliki kemampuan untuk membunuh, mengusir serta dapat berkomunikasi dengan Madou.

Suatu hari Tigi mulai mengusir Madou dengan mengatakan “Hai Madou, keluarlah dan pergilah dari tempat ini, pergi ke tempat yang saya akan tunjukan kepada mu. Bila kamu tidak mendengarkan maka saya akan membunuh kamu”  takutlah madou itu seketika mendengar dan segera keluar dari sekumpulan air itu, setelah madou keluar Tigi mengusir dia dengan daun ude dari lembah kamuu ke lembah sebelah gunung iyaa atau danau tigi yang ada sekarang, sambil mengatakan: “Keluarlah dan pergilah hai Madou karena di daerah ini keturunanku akan menanam petatas dan memelihara babi”. Kata-kata ini di ucapkan berkali-kali sambil mengusir Madou itu.

Tigi mengusir Madou hingga tiba sampai ke lembah berawa yang kini di sebut danau Tigi. Ketika itu, si Tigi mempersilahkan Madou bersembunyi di dalam rawa-rawa yang di maksudkannya. Kemudian, Tigi kembali pulang ke Kamuu, seketika tiba di kamu ia melihat kumpulan air yang di huni Madou sebelumnya telah kering dan di tumbuhi rumput hijau.

Setelah beberapa bulan lewat Tigi pun pergi melihat Madou yang pernah ia tempatkan di lembah baru yang pernah ia antar itu. Setelah tiba di tempat tersebut, daerah yang berawa itu telah berubah menjadi sebuah danau namun air dari danau itu tidak tenang. Airnya berputar terus menerus dan si Tigi memberi nama danau itu Tigi.

Penduduk yang ada di sekitar itu melihat airnya berputar dengan kencang sehingga mereka mencoba memasukan ujung rotan yang di sisi lainnya masih di pegang itu kedalam danau. Pada bagian yang di masukkan seketika itu juga rotan tersebut di potong habis oleh danau kemudian penghuni kampung itu mencoba memasukan potongan kayu lainnya namun hal yang sama terjadi kayu itupun terpotong seperti di potong dengan alat pemotong.

Seorang dari kampung tersebut membunuh babi dan di lemparkan ke dalam danau itu dengan berpikir cara ini mungkin dapat menenangkan amukan danau, pada keesokkan hari orang tersebut datang ke pinggir danau untuk melihat dan ternyata benar bahwa danau itu telah tenang.

Berita itupun di sebarkan ke seluruh penduduk yang ada di daerah kampung itu, sehingga banyak babi yang di bunuh dan di lemparkan ke dalam danau itu, walaupun seluruh tepian danau telah tenang namun bagian tengah danau itu masih berputar sehingga mereka membuat rakit lalu pergi memasukan babi-babi ke dalam tengah danau, kemudian danau itupun menyeluruh tenang dari amukan.

Air danau Tigi pada saat itu sangat jernih sehingga orang-orang dapat melihat binei, udang, beruduh dan lainnya yang ada dalam air jadi orang membuat rakit dan menangkap udang, beruduh, ikan dan binei yang ada di dalamnya namun hal itu sangat tidak di sukai oleh Madou yang berdiam dalam danau itu.

Penduduk yang berada di sekitar danau itu merasa kurang cocok bila penangkapan itu di lakukan dengan mengunakan rakit jadi mereka membuat perahu lesung (koma) untuk menangkap ikan, binei, udang dan lainnya yang dalam danau itu namun cara inipun tidak di inginkan oleh Madou, penangkapan hewan yang ada di dalam danau itu hanya menambah kebencian Madou kepada manusia.

Pada suatu hari bagian barat dari danau itu di adakan pesta besar, untuk menghadiri pesta ini keluarga dari bagian kampung tenggara menaiki sebuah perahu pada sore hari sekitar jam 18:00  dalam perahu tersebut di tumpangi kepala keluarga atau ayah, ibu, anak-anak, serta dengan mereka seekor anjing dan seekor babi.

Ibu yang menjadi pengemudi atau pendayung perahu itu mengarahkan dayungnya ke arah barat laut namun tiba-tiba terjadi Guntur, kilat, dan hujan lewat turung dalam keadaan cuaca yang telah menjadi gelap. Saat itu Si Ibu pun menjadi lelah mendayung menghadapi ombak dan angin yang berlawanan arah.

Sambil mendayung perlahan dalam keadaan lelah dan lapar ibu meminta bekal petatas (nota) kepada anak-anaknya namun makanan telah di habiskan oleh anak-anaknya lalu ibu itupun menjadi marah dan membiarkan perahunya di bawa oleh angin karena kehilangan tenaga kemudian perahunya di arahkan oleh angin ke arah Utara.

Sebentara perahu itu sedang tiada arah di atas danau datanglah Madou dan melampiskan dendamnya yang telah di simpan itu sehingga babi yang ada di dalam perahui itu di ambil Madou sedangkan sekeluarga ayah, ibu, dan anak-anak serta seekor anjing itu di lemparkan ke pulau Duamo kemudian keluarga itu berubah menjadi batu. Kini orang menyebut tempat itu “Mee uguwo okogouda” yang artinya “tempat keluarga”.